
Sumber : Hj. Dini Nur, Jamaah Haji An Namiroh Tahun 2018
Junaid Al Baghdadi pernah berkata, “Ratusan kebaikan yg dilakukan, maka yg akan selalu diingat oleh manusia adalah satu keburukan yg dilakukan.” Itulah karakter manusia. Padahal apa yg dilakukan kita justru sebaliknya, banyak keburukan yg tak terhitung, tapi hanya sedikit kebaikan yg pernah dilakukan. Jadi wajar saja bila yg dikenang tentang kita adalah keburukan?
Kebaikan kita di alam semesta seperti garam di samudera yg tawar. Asin menurut kita, namun bila diceburkan dlm kancah kehidupan yg luas & mendalam, jadilah sesuatu yg tidak ada artinya.
Jadi wajarlah bila banyak pahlawan yg tak dikenal, banyak pahlawan tanpa tanda jasa. Jadi wajarlah banyak para pembaharu yg tak tercatat dlm sejarah. Bukankah para Nabi berjumlah ratusan ribu, namun yg dikenal hanya 25 Nabi & Rasul? Apakah karyamu lebih baik dari ratusan ribu para Nabi?
Yang tak tercatat oleh sejarah lebih banyak daripada yg terabadikan. Yang dikenang akan selalu lebih sedikit, karena memori manusia memang pendek. Ingatan manusia hanya semasa kehidupannya saja. Bahkan sudah pikun sebelum masa tuanya. Jadi mengapa harus ngoyo utk dihargai karyanya? Padahal ingatan manusia saja bersumbu pendek?
Banyaknya yg tak terabadikan bukan berarti tak berperan? Namun agar manusia sadar akan orientasi sebuah amal & karya. Bukan utk dicatat & dielukan, tetapi utk menciptakan kemanfaatan.
Kemanfaatan inilah keabadian yg selalu berlanjut tanpa disadari oleh generasi kini & esok. Berkaryalah lalu lupakanlah. Biarkan hanya kemanfaatan karya yg menembus waktu, ruang & generasi.
Bila dgn karya, engkau menuntut banyak hal dari kehidupan ini, apa yg tersisa bagi akhiratmu? Abdurahman bin Auf, orang kaya, banyak berkiprah & sosok yang dijamin masuk surga, menangis tersedu2 saat di depan matanya tersajikan makanan yg berlimpah. Apa yg dipikirkan? Apa yg tersisa bagi akhiratnya bila semua kebaikan dibayar kontan di dunia?
#Renungan